Terkuak Pertanggung Jawaban Hukum Atas Dugaan Manipulasi Bantuan Langsung Tunai Desa Rosong

 

 Sumenep,Kompasnusantara.id – Integritas tata kelola keuangan negara di tingkat desa kembali tercoreng. Terkuak fakta-fakta yang mengarah pada dugaan kuat tindak pidana korupsi dalam realisasi program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Desa Rosong, Kecamatan Nonggunong, Kepulauan Sapudi, Kabupaten Sumenep.

Program yang secara fundamental diamanatkan untuk mengentaskan kemiskinan melalui mekanisme transfer langsung (non-tunai) ke rekening bank Keluarga Penerima Manfaat (KPM), ironisnya, diduga telah dialihkan fungsinya menjadi kanal penyimpangan berstruktur dan sistematis.

Data investigasi menunjukkan adanya indikasi serius penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum yang didalilkan dilakukan oleh Kepala Desa Rosong. Keterangan dari sejumlah KPM, yang identitasnya dilindungi demi keamanan (Mala, Cipto, Muhlis), memberikan narasi yang koheren.

Mereka menyatakan bahwa Kepala Desa Rosong disinyalir telah menguasai penuh buku rekening dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) para penerima, dengan dalih yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara legal.

Tindakan penguasaan aset finansial KPM ini secara tegas melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi yang melekat pada Dana Desa serta ketentuan penyaluran Bantuan Sosial.

Lebih jauh, hal ini mengebiri hak sipil KPM untuk mengakses dana bantuan secara mandiri dan utuh. Puncak dari dugaan malapraktik ini adalah adanya pemotongan dana sebesar Rp30.000 per KPM dari total alokasi BLT yang seharusnya diterima.

Pemotongan yang bersifat sepihak dan memaksa ini merupakan sebuah tindakan Pungutan Liar (Pungli) yang secara esensial memenuhi unsur-unsur delik korupsi.

Pengakuan Mala,

"BLT saya sudah mulai dulu dipotong oleh suami kades yaitu FZ, dan pemotongan ini sudah berjaman lama," menunjukkan adanya keterlibatan pihak lain (Suami Kepala Desa) dalam dugaan tindak pidana ini, mengindikasikan struktur kejahatan yang meluas dan berkesinambungan (organized crime).

Sementara Cipto menegaskan adanya diskriminasi dalam praktik ilegal ini: "pemotongan ini dilakukan kepada saya dan juga yang lain, tapi orang ada kok, bantuan yang tidak dipotong yaitu orang orangnya dekatnya pak," yang menyiratkan adanya nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan personal atau kelompok.

Peristiwa ini tidak hanya menodai amanah rakyat, tetapi secara nyata berpotensi melanggar ketentuan pidana, utamanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Jo.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dugaan penguasaan rekening dan pemotongan dana KPM BLT-DD oleh aparat desa atau pihak terkait dapat dijerat dengan pasal-pasal tentang.

Penyalahgunaan Wewenang untukb menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU Tipikor).

Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pasal 12 huruf e UU Tipikor), di mana dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan.

Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Sumenep, baik Kejaksaan maupun Kepolisian, memiliki kewajiban konstitusional dan yuridis untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas (pro-justitia)

Dugaan pemotongan dana ini merupakan kerugian keuangan negara dan kerugian langsung bagi masyarakat miskin.

Penegakan hukum yang tegas, tanpa pandang bulu, adalah imperatif mutlak guna memulihkan kepercayaan publik dan menjamin hak-hak dasar konstitusional warga negara atas bantuan sosial.

Rakyat Rosong menunggu supremasi hukum.

(Asmuni-pgl)

Posting Komentar

0 Komentar