Sumenep, 28 juli 2025 | Kompasnusantara.id - Sorotan tajam mengarah pada praktik tata kelola pemerintahan di Desa Beringin, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep. Dugaan pelanggaran hukum serius mencuat ke permukaan, menyeret nama seorang anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berinisial S dan Kepala Desa Beringin, Sumiati. Indikasi ini menyoroti lemahnya penegakan regulasi dan integritas pejabat publik di tingkat desa.
Informasi yang diterima redaksi mengungkapkan bahwa S, seorang anggota BPD Desa Beringin, diduga keras telah lama merangkap jabatan sebagai penghulu desa. Lebih jauh, dugaan yang jauh lebih serius muncul, di mana S disinyalir menggunakan ijazah milik orang lain sebagai syarat untuk mengemban jabatan publik tersebut.
"Pegawai BPD itu sudah lama sekali menjabat BPD dan merangkap sebagai penghulu desa Beringin," ungkap seorang sumber terpercaya yang namanya enggan disebutkan, mengawali kesaksiannya. "Selain itu, BPD tersebut diduga menggunakan ijazah milik orang lain yang saat ini masih tetap aktif bekerja di BPD desa Beringin yang juga merangkap penghulu desa," lanjutnya, menambah bobot tuduhan yang mengindikasikan pelanggaran ganda.
Praktik rangkap jabatan ini secara gamblang melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang diperkuat oleh peraturan pelaksanaannya, termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Daerah setempat. BPD, sebagai lembaga legislatif dan pengawas di tingkat desa, memiliki fungsi fundamental untuk mengawasi kinerja Kepala Desa dan penyelenggaraan pemerintahan.
Ketika seorang anggota BPD juga menjabat sebagai penghulu - yang merupakan bagian dari penyelenggara pemerintahan desa maka terjadilah konflik kepentingan yang tidak dapat dihindari. S secara otomatis kehilangan objektivitasnya dalam menjalankan fungsi pengawasan, karena ia harus mengawasi instansi yang juga menjadi tempatnya bekerja. Kondisi ini secara substansial merusak integritas lembaga BPD dan mengancam akuntabilitas pemerintahan desa secara menyeluruh.
Tugas dan tanggung jawab BPD yang berfokus pada legislasi dan pengawasan, sangat bertolak belakang dengan tugas penghulu yang berfokus pada pelayanan nikah dan pembinaan masyarakat. Rangkap jabatan ini tidak hanya melahirkan tumpang tindih peran, tetapi juga melemahkan efektivitas kedua fungsi tersebut.
Dalam kasus ini, tanggung jawab hukum tidak hanya berhenti pada S. Kepala Desa Beringin, Sumiati, juga memiliki kewajiban hukum untuk memastikan bahwa pengangkatan perangkat atau petugas desa dilakukan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Tindakan menunjuk anggota BPD sebagai penghulu desa adalah bentuk kelalaian serius atau bahkan kesengajaan yang mengabaikan aturan perundang-undangan.
Bagi S (Anggota BPD): Sanksi terberat adalah pemberhentian dari jabatannya sebagai anggota BPD karena melanggar larangan rangkap jabatan. Selain itu, dugaan penggunaan ijazah palsu dapat menjadi delik pidana yang diancam dengan hukuman penjara, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Bagi Sumiati (Kepala Desa): Kelalaian Kepala Desa dalam menunjuk penghulu dapat berujung pada sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau tertulis oleh Bupati melalui Camat. Jika pelanggaran ini berulang, sanksi bisa meningkat menjadi pemberhentian sementara hingga pemberhentian permanen dari jabatannya.
Praktik rangkap jabatan dan dugaan pemalsuan dokumen di Desa Beringin bukan sekadar masalah administrasi, melainkan cerminan dari kegagalan tata kelola desa yang bersih dan akuntabel. Aparat penegak hukum dan instansi terkait, khususnya Bupati Sumenep, harus segera bertindak tegas untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran ini dan memberikan sanksi yang setimpal demi memulihkan kepercayaan publik serta menjaga marwah hukum di tingkat desa.
(Yadi)
0 Komentar