Oleh : Asmuni
Kompasnusantara.id, 13 Mei 2025
Pada hari Selasa, linimasa media sosial—khususnya TikTok—dipenuhi oleh tayangan warga Sumenep yang menunjukkan kondisi kampung mereka yang tergenang banjir. Mulai dari kawasan dalam kota, Babalan di Kecamatan Batuan, hingga beberapa titik lain, air terlihat menggenang cukup dalam, bahkan memaksa aktivitas warga terhenti. Bukan hanya genangan biasa, tapi banjir yang cukup serius, yang dalam beberapa kasus sampai memasuki rumah-rumah warga.
Sebagai orang yang lahir dan besar di Sumenep, saya merasa prihatin sekaligus heran. Dulu, Sumenep tak pernah mengalami banjir separah ini. Kalaupun ada genangan, itu pun hanya sebatas lutut dan segera surut setelah hujan reda. Tetapi kini, hanya dalam waktu beberapa jam hujan turun, kota kecil kita yang luas wilayahnya hanya sekitar 2 km radius sudah kewalahan menampung air.
Mengapa Sumenep Kini Rawan Banjir?
Ada sejumlah faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa Sumenep yang dulunya relatif aman dari banjir, kini justru sering dilanda genangan yang meresahkan:
Tata Kota yang Tidak Ramah Air
Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan di Sumenep berkembang pesat. Namun, pembangunan ini sering kali tidak diiringi dengan perencanaan tata ruang yang memperhatikan kapasitas drainase dan daya serap tanah. Banyak lahan hijau dan area resapan air yang kini berubah menjadi perumahan, pertokoan, atau aspal jalan. Akibatnya, air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah kini langsung mengalir ke permukaan dan mencari tempat tergenang.
Sistem Drainase yang Tidak Efektif
Drainase yang ada di kota Sumenep tampaknya sudah tidak mampu lagi menampung volume air hujan yang meningkat. Entah karena saluran air yang terlalu kecil, terlalu dangkal, atau tersumbat oleh sampah dan lumpur, yang jelas sistem drainase kota saat ini tidak berjalan efektif. Tak sedikit warga mengeluhkan bahwa got-got di lingkungan mereka sudah lama tidak dibersihkan atau diperbaiki.
Curah Hujan yang Meningkat dan Pola Iklim yang Berubah
Kita tidak bisa menutup mata bahwa perubahan iklim global juga berkontribusi pada peningkatan intensitas curah hujan. Hujan deras yang turun dalam waktu singkat namun dengan volume besar menjadi tantangan baru bagi kota-kota kecil seperti Sumenep, yang infrastruktur dasarnya belum tentu siap menghadapi kondisi ekstrem.
Kurangnya Kesadaran dan Partisipasi Warga
Tak jarang juga, saluran air tersumbat karena ulah kita sendiri. Membuang sampah sembarangan ke got, membangun bangunan tanpa mempertimbangkan arah aliran air, atau tidak menjaga kebersihan lingkungan menjadi bagian dari masalah yang harus disadari bersama. Pengelolaan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab seluruh warga kota.
Refleksi dan Ajakan
Banjir yang terjadi baru-baru ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah kabupaten dan masyarakat. Sumenep bukan Jakarta, Surabaya, atau kota besar lain yang memiliki beban urbanisasi tinggi. Dengan ukuran kota yang kecil dan populasi yang relatif terkendali, seharusnya Sumenep lebih mudah untuk ditata dan dikelola agar tetap nyaman dan aman dari bencana banjir.
Pemerintah daerah perlu segera melakukan:
Evaluasi dan audit sistem drainase kota secara menyeluruh.
Menyusun ulang perencanaan tata ruang yang memperhatikan daya dukung lingkungan.
Melibatkan masyarakat dalam program penghijauan, normalisasi sungai/got, dan pengawasan pembangunan.
Mengedukasi masyarakat soal pentingnya menjaga saluran air dan tidak membuang sampah sembarangan.
Sumenep adalah kota bersejarah, kota budaya, dan kota yang penuh potensi. Jangan biarkan wajahnya rusak oleh banjir yang seharusnya bisa dicegah. Mari jaga bersama kota kita, sebelum terlambat.
0 Komentar