Data yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan adanya kejanggalan dalam realisasi beberapa kegiatan proyek desa. Sejumlah pos anggaran yang tercatat dalam dokumen APBDes disebut tidak transparan, bahkan diduga fiktif. Berikut beberapa kegiatan yang menjadi sorotan:
Tahun Anggaran 2024:
Keadaan Mendesak: Rp 45.000.000 (dua kali)
Pengembangan Sistem Informasi Desa: Rp 22.500.000
Operasional Pemerintah Desa dari Dana Desa: Rp 100.000
Pengerasan Jalan Usaha Tani: Rp 165.037.600
Program RTLH Gakin (Dukungan dan Validasi): Rp 10.000.000 (dua kali)
Penyelenggaraan Posyandu: Rp 1.800.000 dan Rp 14.100.000
Pemeliharaan MCK Umum: Rp 7.000.000 (dua kali)
Pembentukan BUMDes: Rp 141.285.000
Tahun Anggaran 2023:
Pemeliharaan MCK Umum: Rp 5.000.000 (enam kali)
Program RTLH Gakin: Rp 10.000.000 (tiga kali)
Peningkatan Jalan Usaha Tani: Rp 175.035.650
Pemeliharaan Jalan Lingkungan Permukiman: Lebih dari Rp 160 juta
Penyelenggaraan Posyandu: Lebih dari Rp 100 juta
Pengembangan Sistem Informasi Desa: Rp 54.000.000
Operasional Pemerintah Desa dan Pelatihan: Puluhan juta rupiah lainnya
Seorang warga Desa Muncek Tengah, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan kepada Kompasnusantara.id bahwa penggunaan Dana Desa selama dua tahun terakhir sangat tidak transparan. Ia menilai banyak kegiatan yang dilaporkan tidak sesuai kenyataan.
“Beberapa proyek tidak jelas wujudnya. Kami tidak pernah dilibatkan dalam musyawarah. Sangat tertutup dan tidak sesuai dengan dokumen APBDes,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu aktivis muda Kabupaten Sumenep menyatakan telah mengumpulkan data dan bukti untuk segera melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
“Dugaan korupsi ini harus diusut tuntas. Ini menyangkut hak rakyat dan harus ada efek jera bagi kepala desa yang menyalahgunakan anggaran negara,” tegasnya.
Kasus ini kini mendapat perhatian publik, dan masyarakat berharap penegak hukum segera bertindak untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan penyimpangan dana desa tersebut.
(Laporan: Tim Redaksi Kompasnusantara.id)
0 Komentar