Bank BPRS Bhakti Sumekar Diduga Sedang Tidak Baik - Baik Saja , Rp 33 Miliar untuk Proyek Pasar Anom Baru Dipertanyakan

Sumenep,kompasnusantara.id – Pengelolaan dana sebesar Rp 33 miliar oleh Bank BPRS Bhakti Sumekar untuk pembiayaan kerja sama dengan PT. Mitra Abadi Jaya Engineering (MAJE) terkait pembangunan Pasar Anom Baru Sumenep menuai sorotan. Komisaris PT. MAJE, Mulyadi, mengungkap adanya dugaan kejanggalan dalam penggunaan dana tersebut. 12/01/2025

Mulyadi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera melakukan audit untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan uang BPRS, terutama terkait pembelian toko, stan, dan kios di Pasar Anom Baru. Ia juga menyoroti klaim dari pihak BPRS yang menyebut ada utang senilai Rp 1,6 miliar, namun dana tersebut tidak pernah diterima oleh PT. MAJE.


“Saya mengakui memang ada klaim pengeluaran sejumlah ratusan juta rupiah yang dikaitkan ke PT. MAJE, tapi saya ingin tahu dokumen peruntukannya itu untuk apa saja. Pasalnya, selama pembangunan pasar, kami menerima uang sesuai kebutuhan. Jadi lucu jika kami dianggap punya utang, padahal tidak pernah menerima uang itu,” ujar Mulyadi.


Lebih lanjut, ia menambahkan, "Kalau saya buka semuanya, mungkin banyak yang akan kaget."



Masalah ini semakin rumit karena kedua direktur utama dari Bank BPRS Bhakti Sumekar dan PT. MAJE yang terlibat langsung dalam kerja sama proyek meninggal dunia pada tahun 2021. Meski demikian, Mulyadi menegaskan bahwa masih ada pihak-pihak lain yang mengetahui detil pengelolaan dana, termasuk direktur lainnya di BPRS dan dirinya sebagai komisaris PT. MAJE.

Dalam upaya menyeimbangkan pemberitaan, media ini mencoba menghubungi Direktur BPRS Bhakti Sumekar, Fajar. Namun, hingga berita ini diturunkan, Fajar belum memberikan tanggapan. “Saya masih ngelayat dan tidak pegang data,” jawabnya singkat melalui pesan WhatsApp.


Permintaan Audit oleh OJK


Mulyadi berharap OJK segera turun tangan untuk mengaudit aliran dana sebesar Rp 33 miliar tersebut. Menurutnya, audit independen menjadi langkah krusial untuk menjawab kejanggalan yang terjadi.


“Kita perlu tahu kemana sebenarnya dana itu digunakan. Kalau memang ada penyimpangan, biar semua terang benderang,” tegas Mulyadi.


Sementara itu, hingga saat ini belum ada kejelasan lebih lanjut dari pihak BPRS terkait dokumen dan rincian penggunaan anggaran tersebut.


Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi lembaga keuangan untuk meningkatkan tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas, agar kepercayaan masyarakat tidak terkikis.


(Nur Said )


Posting Komentar

0 Komentar