MAGETAN - kompasnusantara.id - Kasus dugaan jual beli seragam sekolah yang dijadikan syarat untuk daftar ulang mencuat di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Magetan. Berdasarkan investigasi dari media kompasnusantara.id dan Lembaga Perlindungan Konsumen Pasopati Nusantara (LPKPN), ditemukan bahwa sekolah tersebut menjual kain seragam dengan harga Rp1.400.000,- yang dianggap di atas rata-rata pasar.22/07/2024
Ketua LPKPN, bersama dengan tim investigasi, berhasil mendapatkan keterangan dari Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Magetan, Bapak Yani, yang menjelaskan bahwa penjualan kain seragam sudah dirundingkan dengan wali murid melalui komite sekolah. "Harga tersebut sudah disepakati dan bahkan lebih rendah dari harga pasar luar sekolah," ujar Yani.
Dari informasi yang dihimpun, koperasi sekolah menjual kain seragam dengan harga Rp1.400.000,- untuk tiga item seragam, sementara kebutuhan seragam siswa sebenarnya lima item, di mana dua item lainnya diberikan secara gratis oleh sekolah. Yani menegaskan bahwa penjualan ini sudah sesuai dengan harga pasar.
Namun, tindakan ini mendapat kecaman keras dari Gus Ji, seorang aktivis dari Jawa Timur, yang menilai bahwa praktik jual beli ini menunjukkan adanya upaya meraih keuntungan oleh sekelompok pihak yang berkepentingan di lembaga pendidikan tersebut.
"Transaksi jual beli kain seragam sekolah ini mencederai prinsip pendidikan yang seharusnya bersih dari kepentingan bisnis," kata Gus Ji.
Selain itu, beberapa wali murid yang tidak ingin disebutkan namanya juga mengungkapkan adanya pungutan iuran sumbangan setiap semester dengan alasan penjualan LKS (Lembar Kerja Siswa), yang juga dianggap sebagai bentuk pungutan liar.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 pasal 181 dan 198, baik pendidik, tenaga kependidikan, dewan pendidikan, maupun komite sekolah/madrasah dilarang menjual seragam atau bahan seragam di satuan pendidikan. Aturan ini diperkuat dengan Permendikbud No. 50 Tahun 2022 pasal 12, yang menyatakan bahwa pengadaan seragam adalah tanggung jawab orang tua atau wali murid, bukan sekolah.
Lukman Hakim, seorang aktivis pemerhati pendidikan, menambahkan bahwa pemerintah pusat, daerah, sekolah, dan masyarakat hanya diperbolehkan membantu pengadaan seragam bagi siswa yang kurang mampu. "Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah adanya pungutan liar dan menjaga integritas lembaga pendidikan," ujar Lukman.
LPKPN mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk menyelidiki dan mengambil tindakan tegas terhadap kasus ini. "Ini bukan hanya soal harga, tapi tentang kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan kita," tegas Ketua LPKPN.
Kasus ini menambah deretan panjang isu pungutan liar dan penyalahgunaan wewenang di sektor pendidikan, yang terus membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan belajar yang bersih dan adil bagi semua siswa.
( Red)
0 Komentar