Sepuluh jam melayang di langit senyap, Mega pulang, membawa harum yang tak lekang, Dari tanah Korea ia berangkat gagah, Pahlawan di negeri asing, dielu-elukan dengan megah.
Jilbab kusut, mata lelah, Langkah sunyi di lorong bandara tak ramah, Tak ada karpet merah, tak satu pun sambutan, Hanya roda koper, dan gema teriakan kecil: "Mega kamu hebat!"
Di sana, ia dijunjung tinggi, Bukan sekadar atlet, tapi simbol harga diri, Di sini, ia kembali menjadi biasa, Pemain voli tanpa istana, tanpa cerita.
Mega menunduk, bukan karena malu, Tapi karena hati yang tahu, Bahwa cinta negeri tak selalu meriah, Kadang sunyi, kadang sepi tak bertepi.
Namun ia tetap melangkah, Dengan dada tegap dan jiwa gagah, Sebab ia tahu, meski tak ada pesta, Ia tetap juara—di hati bangsa yang belum sepenuhnya peka.
Oleh ( Mas Adie)
0 Komentar