Janji Palsu di Tengah Nestapa: Kisah Sarmila dan Motor yang Tak Pernah Kembali


Oleh Asmuni Papa Gaul ,kompasnusantara.id - 17-04-2025


Di sebuah sudut sunyi di Sumenep, Madura, hidup seorang perempuan bernama Sarmila (nama samaran), ibu dari dua anak yang masih kecil. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, hidup Sarmila tak pernah benar-benar tenang. Ia menjadi tulang punggung keluarga, menggantungkan hidup dari hasil menjahit dan jasa antar barang menggunakan sepeda motor Honda Vario, satu-satunya harta bergerak yang ia miliki.

Namun hidup seolah belum selesai mengujinya.


Beberapa bulan lalu, ia menerima telepon dari seseorang yang mengaku salah sambung. Dari percakapan yang awalnya hanya basa-basi, hubungan itu berkembang menjadi komunikasi harian yang semakin akrab. Laki-laki itu, yang kemudian mengaku bernama Bang Toyib (juga nama samaran), mengklaim berasal dari Pamekasan. Ia berbicara manis, penuh perhatian, dan menyatakan niatnya ingin menikahi Sarmila.


Bagi seorang perempuan yang lama berjalan sendirian dalam hidup, perhatian seperti itu bukan hanya menghangatkan, tapi juga membangkitkan harapan. Sarmila mulai percaya. Ia bahkan mulai membayangkan kemungkinan hadirnya sosok ayah bagi kedua anaknya.


Suatu hari, Toyib meminta untuk dijemput di Pasar Pragaan, Sumenep. Ia bilang akan datang dari luar kota dan ingin bertemu langsung. Sarmila datang bersama dua anaknya, menjemput pria itu dengan motor Vario-nya. Toyib mengambil alih kemudi, menawarkan untuk membonceng mereka menuju swalayan terdekat. Di sana, ia meminta Sarmila dan anak-anak masuk dan berbelanja, sementara ia akan menarik uang di ATM.


Sebuah alasan sederhana, wajar terdengar. Namun waktu berlalu. Lima menit. Sepuluh. Tiga puluh. Hingga satu jam. Dan Toyib tak pernah kembali.


Motor Vario yang jadi tumpuan hidup itu pun lenyap dibawa pergi. Bersama janji yang palsu, bersama harapan yang runtuh.

Hari itu, Sarmila kembali pulang dengan tangan kosong, dan hati yang hancur.


Peristiwa ini lebih dari sekadar kasus penipuan. Ini adalah potret nyata bagaimana kerentanan perempuan, terutama mereka yang hidup sendiri, bisa menjadi sasaran empuk oleh pelaku yang memanfaatkan empati dan kesepian sebagai senjata.


Di tengah semangat pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang terus digaungkan, kisah Sarmila mengingatkan bahwa banyak perempuan masih hidup dalam lingkaran risiko yang tak kasat mata: kesepian, ketimpangan ekonomi, dan minimnya perlindungan sosial.


Kini, laporan telah masuk ke kepolisian. Sarmila berharap pelaku segera ditangkap, bukan hanya untuk mendapatkan kembali motornya—yang kemungkinan sudah berpindah tangan—tetapi untuk menutup luka, dan mungkin, mengembalikan sedikit rasa percaya pada dunia.




Posting Komentar

0 Komentar