Pembangunan Gubuk Tani di Desa Dukuh, Tulungagung Jadi Sorotan: Anggaran Rp 79 Juta Dinilai Tidak Wajar

 

Tulungagung ,kompasnusantara.id – Proyek pembangunan gubuk tani berukuran 4x6 meter di Desa Dukuh, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Anggaran sebesar Rp 79.046.100 yang digunakan dalam pembangunan pada tahun 2023 dianggap tidak wajar dan jauh melebihi standar biaya bangunan serupa. 23/01/2025

Mas Adi, seorang kontraktor sekaligus kepala pengawasan sosial dari Mercu Sosial Impact, menyampaikan kritik tajam terhadap proyek ini. Menurutnya, bangunan seperti gubuk tani desa Dukuh itu tidak membutuhkan anggaran sampai 79 juta. 

“Kalau dihitung dengan standar Rp 2 juta per meter persegi, biaya untuk gubuk dengan ukuran 4x6 meter seharusnya hanya sekitar Rp 48 juta. Saya juga pernah mengukur langsung bangunan itu tahun lalu,” ungkap Mas Adi.


Respons Inspektorat Dinilai Lambat

Mas Adi menyatakan bahwa dirinya telah meminta klarifikasi dari Inspektorat Tulungagung terkait kelayakan anggaran tersebut. Namun, respons yang diterima dinilai tidak memuaskan.


Pada 8 Maret 2024, Mas Adi menghubungi Pak Tranggono, Kepala  Inspektorat Tulungagung, melalui WhatsApp. Saat itu, Pak Tranggono mengatakan, “Saya tidak bisa mengatakan layak atau tidak layak sebelum diperiksa ahlinya. Kalau dihitung kasar dengan standar Rp 2 juta per meter persegi, biayanya hanya sekitar Rp 48 juta.”

Namun, hingga Januari 2025, belum ada tindak lanjut dari pihak Inspektorat. Saat ditanya kembali pada 23 Januari 2025, Pak Tranggono menjawab, “Belum, Mas.”


Kecurigaan Terhadap Pengelolaan Dana Desa

Keterlambatan pemeriksaan dan ketidakjelasan respons dari pihak terkait membuat Mas Adi curiga adanya sistem yang tidak transparan dalam pengelolaan dana desa.


“Kebanyakan Desa yang membuat RAB dari pendamping PMD. Tim monitoringnya dari DPMD, dan Inspektorat seakan memberi ruang untuk kepala desa melakukan korupsi. Ini sudah seperti pola,” tegas Mas Adi.


Standar Pembangunan Dipertanyakan

Mas Adi juga menyoroti standar yang digunakan dalam menentukan anggaran pembangunan. Menurutnya, banyak kepala desa yang tidak memahami standar biaya sehingga memanfaatkan celah ini untuk kepentingan pribadi.


“Standar bangunan sederhana seperti gubuk tani seharusnya jelas dan diawasi. Kalau ada selisih seperti ini, wajar jika masyarakat curiga ada korupsi,” tambahnya.


Masyarakat Menuntut Transparansi

Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat Desa Dukuh, yang menuntut transparansi penggunaan dana desa. Mereka meminta pemerintah daerah untuk segera melakukan audit independen terhadap proyek ini.

“Sampai sekarang kami belum tahu rincian anggaran sebenarnya. Kalau memang ada penyimpangan, harus diusut tuntas,” ujar salah satu warga setempat.


Tindak Lanjut yang Diharapkan

Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah daerah dalam menegakkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana desa. Beberapa langkah yang diusulkan oleh masyarakat dan pengamat adalah:

Melibatkan auditor independen untuk memeriksa proyek.


Meningkatkan pengawasan oleh Inspektorat.

Mewajibkan publikasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek kepada masyarakat.

Hingga saat ini, masyarakat masih menunggu kejelasan terkait hasil pemeriksaan Inspektorat. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengelolaan dana desa yang transparan dan bertanggung jawab untuk mencegah potensi korupsi.


( Mendoza) 

Posting Komentar

0 Komentar