TULUNGAGUNG,kompasnusantara.id - Kasus yang menjerat Sariyanto Bin Yateno, terkait dugaan penggelapan sertifikat tanah, mendapatkan perhatian publik setelah Pengadilan Negeri Tulungagung menjatuhkan putusan pada 14 November 2024. Dalam putusannya, hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun menyebut perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Berikut tanggapan dari Kuasa Hukum terdakwa dan Kejaksaan Negeri Tulungagung atas keputusan tersebut.( 20/11/2024)
Bambang R. SH., MH., kuasa hukum Sariyanto Bin Yateno, menegaskan bahwa sejak awal kasus ini tidak memiliki dasar untuk masuk ke ranah pidana. Kepada wartawan, Bambang menjelaskan, “Dari awal, baik kepada penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum, saya sudah melampirkan putusan perdata terkait masalah ini. Makanya, kalau perkara perdata dibawa ke pidana, putusannya memang seharusnya ontslag van alle rechtsvervolging ( melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum ).”
Lebih lanjut, Bambang menekankan bahwa tidak boleh ada pemaksaan untuk membawa kasus perdata ke ranah pidana. “Perkara pidana yang berbau perdata itu tidak boleh dipaksakan. Jika hubungan utang-piutang diseret ke pidana tanpa unsur yang jelas,” ujarnya.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti, saat ditemui awak media pada 19 November 2024, memberikan tanggapan atas putusan tersebut. Amri menyatakan bahwa perbedaan pendapat antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hakim adalah hal yang biasa dalam proses hukum.
“Kalau putusan pengadilan itu menyatakan bebas atau onslag, itu hal yang biasa. Perbedaan pendapat antara JPU dan hakim terkait putusan, tuntutan masa hukuman, atau pasal yang disangkakan memang sering terjadi. Di satu sisi, JPU punya wewenang untuk melakukan tuntutan, sementara hakim juga memiliki kewenangan untuk memutuskan berdasarkan penilaiannya,” jelas Amri.
Terkait langkah selanjutnya, Amri menyebut bahwa Kejaksaan masih memiliki waktu untuk mempertimbangkan upaya hukum. “Dalam hal ini, kami dari Jaksa Penuntut Umum punya hak untuk melakukan upaya hukum. Upaya hukum itu ada banding dan kasasi. Karena putusannya baru tanggal 14 November kemarin, kami masih punya waktu 7 hari untuk memutuskan apakah akan mengambil langkah hukum lebih lanjut,” imbuhnya.
Dikutip dari hasil putusan pengadilan Kasus Sariyanto pada tanggal 14 November 2024, Kasus ini bermula pada November 2019 ketika Sulistiyaningsih meminjam uang sebesar Rp 15.000.000 kepada Sariyanto Bin Yateno dengan menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminan. Hubungan yang seharusnya menjadi sengketa perdata ini berkembang menjadi kasus pidana setelah Sulistiyaningsih melaporkan Sariyanto pada Maret 2023. Sulistiyaningsih mengklaim telah berusaha melunasi utangnya, namun Sariyanto tetap menolak mengembalikan sertifikat tersebut dengan alasan ingin membeli tanah yang dijaminkan, serta meminta bunga yang tidak pernah disepakati sebelumnya.
Putusan hakim yang menyatakan bahwa perbuatan Sariyanto bukan merupakan tindak pidana menjadi titik balik penting dalam kasus ini. Pengadilan menilai bahwa hubungan antara kedua belah pihak merupakan sengketa perdata, sehingga tidak memenuhi unsur pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP.
Kasus ini memunculkan kembali perdebatan tentang batasan antara perdata dan pidana. Publik kini menunggu apakah Kejaksaan akan melanjutkan upaya hukum atau menerima putusan yang telah dibuat.
( Red )
0 Komentar