Tim Investigasi Ungkap Modus Pungutan di SMPN 1 Srono Banyuwangi


Banyuwangi - kompasnusantara.id  16 Agustus 2024 — Program pendidikan dasar gratis yang diusung oleh pemerintah tampaknya tidak sepenuhnya dijalankan oleh SMPN 1 Srono, Banyuwangi. Berdasarkan hasil investigasi oleh tim media dan lembaga di Jawa Timur, ditemukan berbagai pungutan yang dilakukan oleh sekolah ini dengan dalih berbagai kebutuhan sekolah, meskipun hal tersebut bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Sekolah yang berlokasi di Sukolilo, Desa Sukomaju, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi ini diketahui mengenakan berbagai biaya kepada siswa. Beberapa pungutan tersebut meliputi biaya seragam sebesar Rp. 1.850.000,- untuk siswa perempuan dan Rp. 1.500.000,- untuk siswa laki-laki, biaya pengadaan LKS yang bervariasi hingga Rp. 113.000,-, serta biaya tahunan sebesar Rp. 900.000,-. Selain itu, ada juga biaya partisipasi kegiatan festival sebesar Rp. 60.000,- per siswa dan iuran SAS yang bisa mencapai Rp. 2.000.000,- per bulan.



Ketika dikonfirmasi, Kepala SMPN 1 Srono, Afadah Spd., mengakui adanya pungutan tersebut. Ia berdalih bahwa dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan sekolah yang tidak bisa dicukupi oleh dana dari pemerintah, seperti memperbaiki sepatu siswa yang rusak, memberikan santunan kepada siswa yang sakit, dan membiayai partisipasi dalam kegiatan festival yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten.


Namun, tindakan ini dianggap melanggar Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 44 Tahun 2012 yang secara tegas melarang satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Selain itu, Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah juga menyebutkan bahwa komite sekolah dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali murid.


Gusjie, seorang aktivis pendidikan Jawa Timur, mengecam keras tindakan ini dan menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap hukum. “Apa yang dilakukan oleh komite sekolah dan kepala sekolah di SMPN 1 Srono ini sangat tidak dibenarkan. Ini jelas menabrak aturan dan undang-undang. Saya akan melaporkan kasus ini kepada dinas pendidikan dan ombudsman provinsi, serta institusi lainnya,” tegas Gusjie dengan nada berapi-api.


Kasus ini menimbulkan keprihatinan mengenai pelaksanaan program pendidikan gratis di Indonesia dan menekankan pentingnya pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa peraturan pemerintah dijalankan dengan benar demi kesejahteraan siswa dan keadilan pendidikan di Indonesia.


( Luk)

Posting Komentar

0 Komentar