Oleh : Mulyadi, Kompas Nusantara. id 16 Mart 2025
Dalam beberapa waktu terakhir, dunia industri di Indonesia dikejutkan oleh kabar tutupnya PT Sritex (Sri Rejeki Isman Tbk), sebuah perusahaan tekstil raksasa yang selama ini menjadi salah satu kebanggaan nasional. Tidak hanya sekadar penutupan perusahaan, kejadian ini mengungkap realitas pahit yang tengah melanda dunia perburuhan dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Kehancuran Sritex bukan sekadar masalah bisnis yang gagal bertahan dalam persaingan, tetapi lebih dalam dari itu. Ini adalah potret nyata bagaimana kebijakan ekonomi yang lemah, korupsi yang mengakar, dan ketidakpedulian penguasa telah menghancurkan pilar-pilar industri nasional.
1. Sritex: Dari Kebanggaan Nasional ke Kehancuran
PT Sritex bukan sekadar perusahaan tekstil biasa. Didirikan sejak 1966, Sritex berkembang menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini memasok seragam militer untuk berbagai negara, termasuk NATO, serta menjadi tulang punggung ekspor tekstil Indonesia.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Sritex mulai mengalami kesulitan keuangan yang berujung pada kebangkrutan. Salah satu faktor utama adalah utang yang membengkak hingga triliunan rupiah, ditambah dengan dampak pandemi COVID-19 yang mengganggu rantai pasokan global.
Ironisnya, di saat perusahaan seperti Sritex terpuruk, negara justru gagal memberikan perlindungan dan dukungan yang seharusnya. Sebaliknya, kebijakan yang lebih berpihak kepada impor produk tekstil murah justru memperparah kondisi industri dalam negeri.
2. Gelombang PHK dan Nasib Buruh
Tutupnya Sritex berdampak besar pada ribuan buruh yang kehilangan pekerjaan. Bagi mereka, kehilangan pekerjaan bukan sekadar angka statistik—itu berarti perut kosong, anak-anak yang tak bisa sekolah, dan ketidakpastian masa depan.
Pemerintah sering kali berdalih bahwa pengangguran terjadi karena buruh kurang kompetitif atau tidak mau bekerja keras. Namun, kenyataannya, industri di Indonesia justru mati karena kebijakan ekonomi yang lebih menguntungkan investor besar dan impor daripada memproteksi industri dalam negeri.
Gelombang PHK besar-besaran ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, banyak pabrik tekstil lain seperti Duniatex dan Pan Brothers juga mengalami nasib serupa. Ini menjadi tanda bahwa ekonomi Indonesia sedang dalam kondisi kritis, di mana industri manufaktur semakin lemah dan ketergantungan terhadap impor semakin tinggi.
3. Korupsi dan Ketimpangan: Akar Masalah yang Tak Kunjung Selesai
Dalam laporan keuangan negara, kita sering melihat angka-angka triliunan rupiah yang "menghilang" akibat kasus korupsi. 1000 triliun dari Pertamina, 300 triliun dari timah, dan ratusan triliun lainnya yang bocor ke kantong pejabat adalah realitas yang membuat rakyat semakin muak.
Sementara gedung-gedung parlemen semakin megah, mobil dinas semakin mewah, dan pejabat hidup dengan segala fasilitas, rakyat justru semakin terjepit. Buruh yang kehilangan pekerjaan, petani yang sulit mendapatkan pupuk, dan masyarakat kecil yang harus berjuang untuk sesuap nasi menjadi bukti ketimpangan yang semakin tajam.
Para penguasa berpura-pura berduka di depan kamera, tetapi di belakang layar, mereka terus menumpuk kekayaan dari hasil eksploitasi rakyat. Mereka berbicara tentang kesejahteraan, tetapi kebijakan yang mereka buat justru semakin menindas.
4. Ke Mana Arah Negara Ini?
Tutupnya Sritex bukan sekadar kabar buruk bagi dunia industri, tetapi juga sinyal bahwa Indonesia sedang menuju kemunduran ekonomi yang serius. Jika kebijakan tidak segera diubah, maka bukan hanya industri tekstil yang akan mati, tetapi sektor-sektor lain juga akan menyusul.
Jika negara terus membiarkan korupsi merajalela, membiarkan pejabat hidup dalam kemewahan tanpa mempertimbangkan penderitaan rakyat, maka bukan tidak mungkin rakyat akan bangkit melawan. Sejarah telah membuktikan bahwa ketika ketidakadilan mencapai puncaknya, revolusi bisa terjadi.
Rakyat bukan bodoh. Mereka tahu siapa yang selama ini merampok uang negara. Mereka tahu bahwa pengangguran bukan karena mereka malas, tetapi karena negara ini dikuasai lintah-lintah lokal yang berbaju rapi tetapi berhati bangkai.
Hari ini Sritex mati. Besok, mungkin akan ada pabrik lain yang menyusul. Pertanyaannya, sampai kapan rakyat harus menjadi korban? Sampai kapan negara ini harus dibiarkan sakit karena kerakusan segelintir orang?
Negara ini butuh pemimpin yang benar-benar berpihak kepada rakyat, bukan hanya mereka yang berpesta di atas penderitaan buruh. Jika keadaan ini terus dibiarkan, maka cepat atau lambat, rakyat akan mengambil sikap. Dan ketika itu terjadi, tak ada lagi pagar yang bisa melindungi mereka yang selama ini menindas.
0 Komentar